Menurut Pasal 1320
Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat
syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat
maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada
pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk
membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang
yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu
merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan
kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan
bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit
ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan
antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal
1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang
Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335
KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai
kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan
dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang
terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau
obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Saat Lahirnya
Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian
mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1)
BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa
perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak
pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Adabeberapa teori yang bisa digunakan untuk
menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir
pada saat atas suatu penawaran telah ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan
kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan
penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban
akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai
patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak
adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak
adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka
atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut sampai pada
alamat si penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya
kontrak.
Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik
ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang
telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan dan
Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal
demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi
karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran
tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat
diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan
pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah
pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan,
atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan
atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum
untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain,
dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah
mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua
belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut
prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan
tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu
dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka
yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk
membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok
persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang
tidak terlarang.
Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif,
sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat
obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama
(kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat
dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal
tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut
adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa
yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang
menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau
undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus
dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas
dimasukkan di dalamnya.
Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang,
perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran
(offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik
itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun
kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi
tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat
yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah
lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak
lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan
ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau
peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam
pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual
beli.
Perjanjian harus ada kata sepakat kedua
belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak.
Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya
kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan
adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas
konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat pertama di atas menunjukkan kata
sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang
diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik
autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian,
hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi
persyaratan formil.
Subyek hukum atau pribadi yang menjadi
pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya
perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam
praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut sebagai debitur dan kreditur.
Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau
menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan
kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau
menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa perjanjian
itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan perjanjian
saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian garansi
termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga .
Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan
tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari
causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan
sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa
dalam hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya
kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan
itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus
halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut
haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai
kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang
atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan
perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang
merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar
ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan
masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang
berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian dibedakan
menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata
sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau
barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah perjanjian di samping sepakat juga
penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.
sumber :
http://tulisanadalahtugas.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar